SURABAYA - Usulan mengenai penghapusan atau pengalihan daya listrik 450 VA menjadi 900 VA untuk kelompok rumah tangga miskin oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menuai banyak kritik dari masyarakat.
Pasalnya, usulan tersebut dinilai tidak adil dan tidak sejalan dengan PT PLN (Persero) yang menyatakan tidak ada kenaikan daya listrik dari 450 VA menjadi 900 VA ataupun perubahan tarif listrik lainnya.
Menanggapi hal tersebut, pakar kebijakan publik Universitas Airlangga (UNAIR) Gitadi Tegas Supramudyo Drs MSi menilai bahwa usulan tersebut tidak pro rakyat karena diusulkan oleh pihak DPR RI yang seharusnya mendukung rakyat kecil. Menurutnya, jika usulan tersebut diajukan oleh pihak PT PLN (Persero) dengan asumsi oversupply, maka usulan itu masih dapat dimengerti.
“Siapa yang tidak mau berlangganan lebih dari 450 VA? Karena pertimbangan ekonomi dan lain sebagainya, ya, mereka tetap berlangganan 450 VA. Jadi, kesimpulan sementara saya, wacana penghapusan itu tidak pro rakyat. Bagaimana oversupply, itu soal PLN mau menjual kemana atau gimana, terserah. Tapi, kalau menghapus 450 VA, ya, itu tidak manusiawi, ” jelasnya, Kamis (22/9/2022).
Peningkatan Beban
Gitadi melanjutkan, jika usulan tersebut direalisasikan maka pembebanan biaya untuk konsumsi listrik rakyat akan meningkat. Meskipun, di sisi lain PLN akan diuntungkan karena persoalan oversupply dapat terpecahkan.
“Menurut saya itu malah menjadi beban bagi masyarakat pelanggan 450 VA itu. Makanya, lebih fair jika dipetakan dari seluruh pelanggan PLN itu, berapa yang 450 VA, 900 VA, dan 1300 VA, ” ucap Gitadi
“Kalau memang pelanggan 450 VA itu tinggal sedikit, maka boleh dihapus. Tapi pemerintah wajib memberikan subsidi. Misalnya, biaya untuk menaikkan jadi 900 VA itu ditanggung pemerintah, itu cukup solutif. Tapi tetap harus ada basis datanya dulu berapa pelanggan 450 VA di seluruh Indonesia, ” tambahnya.
Terakhir, dosen Administrasi Publik FISIP UNAIR itu menambahkan bahwa usulan Banggar DPR RI terlalu mengada-ngada, tidak berbasis pada bukti (evidence based) sehingga patut dipertanyakan apa fungsi dari DPR RI yang malah memberatkan rakyat. Padahal, dalam hal ini PLN sendiri tidak pernah mewacanakan usulan penghapusan tersebut.
“Jadi, menurut saya masih sekadar wacana atau mungkin opini beberapa gelintir orang di DPR. Jadi masih sebatas lontaran isu, belum menunjukkan tingkat eksekusi yang bagus, ya, kalau mau jadi kebijakan. Kecuali, permintaan itu dari pelanggan 450 VA yang mengatakan butuh lebih banyak. Tidak mencerminkan tugas fungsi dari legislatif, ” pungkasnya.
Baca juga:
Kunjungan Konjen Australia ke RSUB
|
Penulis: Rafli Noer Khairam
Editor: Binti Q. Masruroh