Pro-Kontra Cabut Laporan KDRT, Psikolog UNAIR: Memaafkan Bukan Berarti Membenarkan

    Pro-Kontra Cabut Laporan KDRT, Psikolog UNAIR: Memaafkan Bukan Berarti Membenarkan
    Dr Ike Herdiana MPsi Psikolog

    SURABAYA - Pencabutan laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh satu satu tokoh publik di Indonesia menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Salah satu pertanyaan yang timbul yaitu tentang tindakan yang seharusnya dilakukan korban KDRT. 

    Berkaitan dengan hal ini, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Ike Herdiana MPsi Psikolog berpendapat bahwa memaafkan pelaku KDRT sebenarnya adalah hal yang baik. Akan tetapi, memaafkan bukan berarti membenarkan tindakan KDRT yang telah terjadi karena kekerasan tetap salah dalam sudut pandang manapun.

    Tindakan Tepat Korban KDRT

    “Memaafkan adalah hal baik karena orang yang mengembangkan sikap memaafkan sebenarnya fokus pada kesehatan mentalnya sendiri. Tidak menyimpan dendam yang justru akan membuat kondisi psikologisnya semakin tidak nyaman, ” terang Ike, Senin (31/10/2022).

    Akan tetapi, Ike berpendapat bahwa korban KDRT harus speak-up dan menemukan tempat yang tepat agar terputus dari lingkungan kekerasan yang menjeratnya apalagi jika korban KDRT tersebut telah memiliki anak.

    Memaafkan Pelaku KDRT Demi Anak

    “Jika keputusan memaafkan pelaku KDRT adalah demi anak, harus betul-betul ditelaah kembali. Keluarga harus meyakinkan kondisi kekerasan betul-betul tidak terjadi lagi, apalagi di hadapan anak, ” jelas Ike.  Hal ini dikarenakan anak berhak hidup dalam lingkungan keluarga yang hangat, harmonis, dan penuh kasih sayang. Anak akan mengalami masalah psikologis jika berada dalam keluarga yang toxic dan saling menyakiti.

    Lebih lanjut Ike memaparkan bahwa seorang ibu yang tidak bahagia karena mengalami KDRT, akan mempengaruhi pola pengasuhan yang dikembangkan bagi anaknya. Pola pengasuhan yang dimaksud ini misalnya pola pengasuhan sangat protektif ataupun pola pengasuhan yang mengabaikan karena sibuk mengelola perasaannya sendiri. “Trendnya, kekerasan itu akan berulang. Bagaimana memastikan bahwa anak akan aman dalam kondisi seperti itu?” terangnya.

    Agar KDRT Tidak Berulang

    “Supaya tidak mengulanginya (tindakan KDRT, Red), pelaku KDRT harus mencari tahu latar belakang kenapa pelaku melakukan KDRT. Apakah faktor internal atau eksternal?” jelas Ike.

    Baik faktor pengaruh internal maupun eksternal, pelaku harus berusaha mencari pertolongan lingkungan sekitar dan profesional untuk mengontrol tindakan-tindakan yang mengarah pada kekerasan. Lalu untuk faktor pengaruh eksternal, pelaku KDRT harus berusaha memutus hubungan dengan pengaruh eksternal tersebut.

    Penulis: Tristania Faisa Adam

    Editor: Khefti Al Mawalia

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    HIMA K3 UNAIR Sukses Gelar 

    Artikel Berikutnya

    Mahasiswa ITS Boyong Dua Medali Emas di...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Taubat Ekologis: Upaya Bersama Menyelamatkan Hutan dan Mencegah Bencana di Sumatera Barat
    Produktivitas Pemuda Indonesia: Tantangan NEET dan Daya Saing Gen Z
    Implementasikan Loker Otomatis, Universitas Mercu Buana Laksanakan PKM di PKBM Wiyata Utama Kembangan Utara
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Sosialisasi Perizinan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

    Ikuti Kami