SURABAYA - Potensi sumber daya panas bumi di Kawasan Gunung Lawu yang menjanjikan nampaknya masih belum difungsikan secara maksimal. Berangkat dari permasalahan tersebut, tiga mahasiswa Departemen Teknik Geofisika ITS menawarkan pemanfaatan prospek Gunung Lawu dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP).
Adalah Daniel Juliandro Lumban Gaol, Muhammad Erfand Dzulfiqar Rafi, dan Ester Hotmaria. Sebelumnya, ketiga mahasiswa yang tergabung dalam tim bernama Erdades tersebut mengaku telah mengkaji prospek Gunung Lawu ke berbagai pendekatan. “Diantaranya adalah pendekatan geologi, geofisika, hingga geokimia, ” ujar Daniel.
Berbagai analisa mulai dikaji untuk mengetahui nilai jual Gunung Lawu sebagai daerah industri geotermal. Dimulai dari melihat potensi waduk, batuan penudung (clay cap), zona arus naik dan keluar, serta recharge area. “Didukung dengan kondisi lingkungan gunung yang stabil, kami meyakini bahwa solusi ini akan berjalan lancar, ” paparnya, Sabtu (22/10/2022).
Selanjutnya, untuk menentukan daerah yang layak didirikan PLTP, tim Erdades menggunakan metode single-flash plant. Berdasarkan data yang ditelaah oleh ketiganya, mereka membagi Gunung Lawu menjadi empat bagian, yaitu Kampung Segorogunung, Kampung Berjo, Kampung Jabung, dan Kampung Sidomulyo.
Dari keempat daerah dengan luas lahan sebesar 625.000 kilometer persegi tersebut, lahan yang cocok dan sesuai untuk dijadikan PLTP berkisar 159.920 kilometer persegi. Hal ini ditentukan atas berbagai pertimbangan parameter yang ada. “Dari hasil itu, kami menyimpulkan bahwa Gunung Lawu masih memiliki kemungkinan dan modal yang cukup untuk dikembangkan menjadi industri geotermal, ” beber mahasiswa angkatan 2020 tersebut.
Tim Erdades saat memaparkan analisis mereka terhadap permasalahan geotermal yang diujikan
Berkat inovasi cemerlang ini, tim Erdades berhasil meraih predikat skor tertinggi pada kompetisi DERRICK 2022: Geothermal Case Study Competition (GCSC) yang diadakan oleh Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas Cepu, September lalu. “Kami menempuh proses yang panjang hingga bisa menjuarai ajang ini, mulai dari pembuatan esai, perancangan laporan proyek, hingga presentasi.” Kenang Daniel.
Menurut Daniel, dalam proses pengerjaannya, kerja sama tim memainkan peran penting di dalamnya. Maka dari itu, mereka saling berbagi tugas dan bahu-membahu dalam mempelajari studi eksplorasi mengenai geotermal. Selain belajar secara mandiri, Daniel mengaku banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari para seniornya melalui kegiatan mentoring.
Tak selamanya mudah, tim Erdades juga banyak mengalami kesulitan saat mempersiapkan kompetisi GCSC ini. Salah satunya adalah waktu kompetisi yang berdekatan dengan banyaknya kegiatan internal departemen. “Hal ini sontak membuat kami harus memutar otak untuk tetap menyeimbangkan persiapan kompetisi dengan kewajiban utama sebagai mahasiswa, ” terangnya.
Di akhir, Daniel membagikan kiatnya untuk mengatasi hal tersebut. Lelaki asal Jambi ini mengatakan bahwa manajemen waktu yang baik adalah kunci utama. Karena itulah, meskipun dihujani banyak tuntutan baik dari sisi akademik maupun organisasi, tim Erdades tetap mampu mempertahankan kinerjanya dan berhasil mencuri kemenangan di kompetisi GCSC.(*)
Reporter: ion10
Redaktur: Erchi Ad’ha Loyensya