SURABAYA - Terhitung sudah lebih dari dua minggu pilot Susi Air Philip Mehrtens disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Penerbang asal Selandia Baru tersebut dinyatakan telah disandera oleh Organisasi Papua Merdeka sejak Selasa (7/2/2023).
Philip, yang menetap untuk sementara waktu di Indonesia, ditawan ketika ia bekerja sebagai pilot. Pesawatnya diadang sebelum berhasil lepas landas dan dibakar di tempat. Hal itu tentu menarik perhatian dunia.
Ahli Hukum Udara Fakultas Hukum UNAIR Adhy Riadhy Arafah SH LLM turut menanggapi hal itu. Menurut Adhy, negara wajib melindungi Philip Mehrtens karena ia merupakan masyarakat sipil yang tidak memiliki hubungan dengan konflik tersebut.
“Pertama, dia Warga Negara Asing. Kedua, dia sedang tidak menjalankan misi apapun kecuali pekerjaan dia secara profesional, ” ujarnya. Lain halnya apabila pesawat tersebut membawa alat-alat militer.
Adhy Riadhy Arafah SH LLM, ahli hukum udara UNAIR. (Foto: FH UNAIR)
Jika demikian, sabotase KKB tersebut bisa dijustifikasi. Akan tetapi, realitanya, pesawat yang diterbangkan Philip adalah pesawat sipil, tidak memiliki kepentingan politik maupun membawa alat-alat militer.
Sejak Perang Dunia II, lanjut Adhy, pesawat identik dengan perpanjangan tangan negara. Akibatnya, pesawat sering menjadi target penyerangan bagi organisasi-organisasi yang kontra dengan negara. Karena itu, penyerangan terhadap pesawat paling banyak dilatarbelakangi oleh motif politik.
“Akhirnya jadi ajang untuk ‘kalau saya nggak suka sama Indonesia, bajak aja pesawat Indonesia’. itu terjadi, ” jelas alumnus Leiden University tersebut.
Kriminalitas seperti pembajakan maupun sabotase pesawat juga pasti akan menyita perhatian dunia. Dan atensi itulah yang memang dicari oleh kelompok-kelompok teroris dan separatis.
Akan tetapi, menurut Adhy, aksi pembajakan dan pembakaran pesawat itu justru menunjukkan kelemahan KKB alih-alih mempertontonkan kekuatan. Jika KKB masih memiliki kekuatan, Adhy menjelaskan bahwa mereka tidak perlu mengambil risiko dengan menyandera Philip. Masyarakat sipil yang tidak punya kepentingan tidak seharusnya dilibatkan konflik.
“Ya kalau masih kuat lawan aja tentara di sana. Kenapa harus pesawat sipil? Ini sudah desperate mereka. Pesawat sipil biarkan jadi pesawat sipil, ” kata Adhy.
Penulis: Ghulam Phasa Pambayung
Editor: Khefti Al Mawalia