SURABAYA - Kita sering mendengar istilah self diagnosis kesehatan mental yang seseorang lakukan untuk mendiagnosa apa yang sedang terjadi pada dirinya. Melakukan diagnosa mandiri ini akan memberikan dampak positif dan negatif bagi seseorang. Seseorang bisa melakukan self diagnosis berdasarkan dari pengetahuan dan informasi yang ia dapat dari berbagai sumber.
“Pada umumnya, seseorang melakukan itu untuk mendapatkan jawaban atau alasan yang sebenarnya terjadi atas kondisi yang sedang ia alami. Sangat sayang jika yang ia lakukan tanpa pemeriksaan oleh ahli di bidangnya, ” ungkap Dian Kartika Amelia Arbi MPsi Psikolog dalam sharing session Instagram @univ_airlangga.
Baca juga:
Tips Jaga Stamina Tubuh Tetap Fit Saat Mudik
|
Dampak Self Diagnosis
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga itu juga mengatakan bahwa informasi mengenai kesehatan mental yang dengan mudah tersedia di internet dapat mendorong seseorang melakukan self diagnose. Padahal, informasi tersebut tidak dapat menjadi rujukan. Melainkan, tujuannya adalah memberikan informasi mengenai gambaran kondisi yang seseorang alami. Gambaran itu dapat menjadi referensi untuk mencari bantuan kepada profesional agar mendapatkan penanganan yang tepat.
“Diagnosa tidak bertujuan untuk melabeli akan tetapi untuk melakukan intervensi yang tepat baik secara fisik maupun psikologis. Sehingga ketika kita salah melakukan diagnosis, bisa jadi perlakuan yang kita berikan untuk diri kita juga salah. Itu akan memperburuk kondisi kita, ” ujar Dian perihal diagnosis mandiri terhadap kesehatan mental, Selasa (30/5/2023).
“Ketika seseorang menebak suatu kejadian yang akan terjadi padanya dan kemudian itu benar terjadi, sebenarnya itu bukan karena ia memiliki kemampuan menebak. Tetapi karena pemikiran tersebut dapat mengarahkan untuk membawa kita menuju pada pemikiran itu, ” tambah Dian.
Untuk mendapatkan penanganan yang tepat maka kita perlu mendatangi psikolog atau psikiater. Dian juga menjelaskan bahwa psikolog dan psikiater memiliki pendekatan yang berbeda dalam menangani kliennya. Psikiater akan melakukan pendekatan secara biologis. Jika di psikolog tidak boleh memberikan obat, sehingga melakukan pendekatan dengan mengubah perilaku dari klien menggunakan terapi.
Bantuan Psikologi di UNAIR
Sebagai institusi yang memiliki layanan kesehatan memadai, Universitas Airlangga juga memberikan layanan psikologi pada mahasiswa. Pelayanan tersebut bisa tersedia melalui help center yang akan memberikan bantuan psikologis dasar. Jika mahasiswa tidak dapat mendapat bantuan psikologis dasar, ada rujukan ke Unit Pelayanan Psikologi yang ada di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
“Ketika kita sudah mulai merasa aktivitas sosial kita terganggu, seperti konsentrasi menurun, perubahan pola makan dan tidur, relasi sosial terganggu sehingga itu semua dapat mengganggu perkuliahan maupun pekerjaan, maka segera hubungi profesional untuk mendapatkan jawaban atau intervensi yang tepat terhadap kondisi kita, ” tutur Dian perihal pentingnya bantuan profesional dari pada melakukan diagnosis mandiri.
Menanggapi mengenai mahasiswa yang mengalami mental block di masa akhir studi, Dian mengatakan bahwa kita perlu melakukan perubahan pola pikir terhadap situasi yang ada. Seseorang dapat mengubah pikiran tersebut secara mandiri dengan menentukan apa tujuan saat kuliah. Jika kita ingin mencapai tujuan kuliah itu maka kita akan berbuat lebih untuk menyelesaikannya.
Kemudian dalam pengelolaan stres bisa dengan melakukan aktivitas olahraga secara konsisten. Sebab, secara biologis kita akan mendapatkan hormon yang dapat memunculkan atau mempengaruhi mood menjadi lebih positif. Pikiran yang positif itu akan membuat kita akan menjadi lebih produktif pada hari itu. (*)
Penulis : Nova Dwi Pamungkas
Editor : Binti Q Masruroh